Narkoba dan Terapi Narkoba
NARKOBA
Setiap Rumah Sakit Rehabilitasi Narkoba memiliki program
khusus bagi bagi korban narkotika, zat adiktif dan psikotropika, berikut ini
beberapa metode yang umum diterapkan di Rumah Sakit Rehabilitasi
Analisa Tingkat Ketergantungan
Menganalisa tingkat ketergantungan korban pada narkotika,
zat adiktif dan psikotropika, untuk menentukan tingkat pengobatan dan tingkat
pembinaan bagi si korban, sehingga teraphy dan metode pengobatan bisa terukur.
Pembersihan Racun/Detoksifikasi
Fase pembersihan darah dan sirkulasi organ-organ tubuh
lainnya pada tubuh pencandu dari narkotika, psikotropika atau zat adiktif
lainnya, sehingga darah menjadi bersih dan sistem metabolisme tubuh kembali
normal. Proses ini dapat dilakukan melalui cara-cara berikut :
1) Cold Turkey (abrupt withdrawal) yaitu proses penghentian
pemakaian Narkoba secara tiba-tiba tanpa disertai dengan substitusi antidotum.
2) Bertahap atau substitusi bertahap, misalnya dengan
Kodein, Methadone, CPZ, atau Clocaril yang dilakukan secara tap off (bertahap)
selama 1 – 2 minggu.
3) Rapid Detoxification: dilakukan dengan anestesi umum (6 –
12 jam).
4) Simtomatik: tergantung gejala yang dirasakan.
Selain pembuangan racun tersebut, sistem DOCA mulai
diterapkan sebagai salah satu cara paling mutakhir. Detoksifikasi opioid ini
efektif dan aman untuk penanggulangan awal ketergantungan opioid.
Lebih lanjut tentang DOCA :
http://www.kapanlagi.com/a/0000002207.html
Deteksi Sekunder Infeksi
Pada tahap ini, biasanya dilakukan pemeriksaan laboratorium
lengkap dan tes penunjang untuk mendeteksi penyakit atau kelainan yang
menyertai para pecandu Narkoba, misalnya dari Hepatitis, AIDS, TBC, penyakit
seks menular, dll. Jika dalam pemeriksaan ditemukan penyakit tersebut, biasanya
dilakukan pengobatan medis terlebih dahulu sebelum penderita dikirim ke rumah
rehabilitasi medis. Sebuah cara mencegah terjadinya penularan penyakit pada
para penderita yang lain atau tenaga kesehatan.
Tahap rehabilitasi
Prinsip perawatan setiap rumah rehabilitasi narkoba yang ada
di Indonesia sangat beragam. Ada yang menekankan pengobatan hanya pada prinsip
medis, ada pula yang lebih menekankan pada prinsip rohani. Atau memadukan kedua
pendekatan tersebut dengan komposisi yang seimbang.
Pembinaan Mental (Aftercare)
Sebelum kembali ke masyarakat, para penderita yang baru
sembuh biasanya ditampung di sebuah lingkungan khusus selama beberapa waktu
sampai pasien siap secara mental dan rohani kembali ke lingkungannya semula.
Hal ini terjadi karena sebagian besar para penderita umumnya putus sekolah dan
tidak mempunyai kemampuan intelejensia yang memadai. Akibatnya, banyak di
antara mereka menjadi rendah diri setelah keluar dari rumah rehabilitasi.
Fase ini memegang pernan vital, dimana penderita ditumbuhkan
kembali rasa kepercayaan diri pada penderita, menumbuhkan semangat dan
keyakinan bahwa dia akan sembuh dan kembali normal, bersosialisasi dengan
masyarakat dan lingkungannya. Yang paling utama adalah pembinaan mental
spiritual, keimanan dan ketakwaan, serta kepekaan sosial kemasyarakatan. Proses
ini bisa meliputi program pembinaan jasmani dan rohani.
Periode proses aftercare sangat bervariasi, karena tahap ini
merupakan tahap yang terpenting dan sangat menentukan untuk mencegah si
penderita kembali ke lingkungannya yang semula. Berdasarkan data statistik
tingkat keberhasilan penanganan kasus ketergantungan Narkoba secara medis tidak
optimal (hanya 15-20%).
Tahap Pengobatan
Pertolongan Pertama
Penderita dimandikan dengan air hangat, minum banyak, makan
makanan bergizi dalam jumlah sedikit dan sering dan dialihkan perhatiannya dari
narkoba. Bila tidak berhasil perlu pertolongan dokter. Pengguna harus
diyakinkan bahwa gejala-gejala sakaw mencapai puncak dalam 3-5 hari dan setelah
10 hari akan hilang.
Menurunkan Risiko (Harm Reduction) :
- Menggunakan jarum suntik sekali pakai
- Mensuci hamakan (sterilisasi) jarum suntik
- Mengganti kebiasaan menyuntik dengan menghirup atau oral
dengan tablet
- Menghentikan sama sekali penggunaan narkoba
Yang harus dilakukan bila seseorang mabuk :
- Jangan membiarkannya mengemudikan kendaraan
- Beri dia minum air yang banyak
- Coba ajak dia makan
- Jangan biarkan dia sendirian
- Jauhkan dia dari tempat-tempat berbahaya, seperti jalan
raya, jembatan, balkon, kolam renang, laut.
Jika pecandu tak sadar (pingsan) :
- Periksa pernafasannya
- Menjaga saluran pernafasan supaya tidak ada sumbatan
- Baringkan dia pada sisi tubuhnya, jika muntah, sisa
makanan tidak menyumbat saluran pernafasan.
Gejala serius yang memerlukan perhatian medis :
- Tidak sadar atau setengah sadar
- Pernafasan yang lambat.
- Kulit dingin, pucat atau membiru
Kiat-kiat Berubah
Kembali menjalani kehidupan normal bukan sesuatu yang mudah
bagi seorang pecandu, hal termudah untuk menghilangkan kebiasaan ngedrug adalah
dengan tidak mulai mengkonsumsinya sama sekali, tapi apakah semudah itu?
Jika hal tersebut sudah mulai menjadi keharusan, pemadat
akan terus mengkonsumsi selama hidupnya akan semakin sulit dihentikan dan makin
membuatnya tergantung. Beberapa kiat dibawah ini membantu para pencandu
mengakhiri derita mereka, meskipun dukungan lingkungan dan niat dari pencandu
menjadi modal utama kesembuhan mereka.
Kiat-Kiat Berubah (Sembuh)
- Hindari teman sesama pemakai
- Jujur dan terbuka
- Positif thinking
- Hindari hal-hal yang mudah memancing stress
- Sharing dengan orang yang dipercaya
- Jangan konsumtif
- Mencari kesibukan terbatas
- Dalami spiritual
- Sabar dan menerima keadaan apa adanya
Kiat-Kiat Half Way House
- Hindari teman pemakai NAPZA.
- Upayakan tidak menjalin relasi intim.
- Bagi waktu antara bermain dan di rumah (orangtua).
- Jangan konsumtif dengan keperluan kosmetika.
- Tetap berkomunikasi dan terbuka.
- Hindari sifat fait a compli.
- Usahakan tepat janji.
Kiat-Kiat Untuk Orang Tua
- Pendengar yang baik
- Penuh perhatian
- Bijaksana membuat keputusan dan meminta pendapat
- Tegar berdiskusi meskipun menyangkut perihal sensitif
- Beri respons yang konstruktif
- Beri pesan dengan jelas
- Teladan dalam perilaku
Ciri-Ciri Pengguna
Ciri-ciri pengguna Napza
Fisik :
- Berat badan turun drastis.
- Buang air besar dan kecil kurang lancar.
- Mata terlihat cekung dan merah, muka pucat, dan bibir
kehitam-hitaman.
- Sembelit atau sakit perut tanpa alasan yang jelas.
- Tangan penuh dengan bintik-bintik merah, seperti bekas
gigitan nyamuk dan ada tanda bekas luka sayatan. Goresan dan perubahan warna
kulit di tempat bekas suntikan.
Emosi :
- Bila ditegur atau dimarahi, dia malah menunjukkan sikap
membangkang.
- Emosinya naik turun dan tidak ragu untuk memukul orang
atau berbicara kasar terhadap anggota keluarga atau orang di sekitarnya.
- Nafsu makan tidak menentu.
- Sangat sensitif dan cepat bosan.
Perilaku :
- Bicara cedal atau pelo.
- Jalan sempoyongan
- Malas dan sering melupakan tanggung jawab dan tugas-tugas
rutinnya.
- Mengalami jantung berdebar-debar.
- Mengalami nyeri kepala.
- Mengalami nyeri/ngilu sendi-sendi.
- Mengeluarkan air mata berlebihan.
- Mengeluarkan keringat berlebihan.
- Menunjukkan sikap tidak peduli dan jauh dari keluarga.
- Selalu kehabisan uang.
- Sering batuk-batuk dan pilek berkepanjangan, biasanya
terjadi pada saat gejala “putus zat”.
- Sering berbohong dan ingkar janji dengan berbagai macam
alasan.
- Sering bertemu dengan orang yang tidak dikenal keluarga,
pergi tanpa pamit dan pulang lewat tengah malam.
- Sering mengalami mimpi buruk.
- Sering menguap.
- Cenderung menarik diri dari acara keluarga dan lebih
senang mengurung dikamar
- Sikapnya cenderung jadi manipulatif dan tiba-tiba tampak
manis bila ada maunya, seperti saat membutuhkan uang untuk beli obat.
- Suka mencuri uang di rumah, sekolah ataupun tempat
pekerjaan dan menggadaikan barang-barang berharga di rumah. Begitupun dengan
barang-barang berharga miliknya, banyak yang hilang.
- Takut air, jika terkena akan terasa sakit, karena itu
mereka jadi malas mandi.
- Waktunya di rumah kerapkali dihabiskan di kamar tidur,
kloset, gudang, ruang yang gelap, kamar mandi, atau tempat-tempat sepi lainnya.
- Menghindar dari tanggung jawab yang sesuai, malas
menyelesaikan tugas rutin di rumah
Gejala sakaw atau putus obat :
- Bola mata mengecil
- Hidung dan mata berair
- Bersin-bersin
- Menguap
- Banyak keringat
- Mual-mual
- Muntah
- Diare
- Nyeri otot tulang dan persendian
Terapi
Model terapi rehabilitasi yang dapat digunakan untuk
membantu seseorang melepaskan diri dari kecanduan dan merubah perilakunya
menjadi lebih baik.
Model Terapi Moral
Model ini sangat umum dikenal oleh masyarakat serta biasanya
dilakukan dengan pendekatan agama/moral yang menekankan tentang dosa dan
kelemahan individu. Model terapi seperti ini sangat tepat diterapkan pada
lingkungan masyarakat yang masih memegang teguh nilai-nilai keagamaan dan
moralitas di tempat asalnya, karena model ini berjalan bersamaan dengan konsep
baik dan buruk yang diajarkan oleh agama. Maka tidak mengherankan apabila model
terapi moral inilah yang menjadi landasan utama pembenaran kekuatan hukum untuk
berperang melawan penyalahgunaan narkoba.
Model Terapi Sosial
Model ini memakai konsep dari program terapi komunitas,
dimana adiksi terhadap obat-obatan dipandang sebagai fenomena penyimpangan
sosial (social disorder). Tujuan dari model terapi ini adalah mengarahkan
perilaku yang menyimpang tersebut ke arah perilaku sosial yang lebih layak. Hal
ini didasarkan atas kesadaran bahwa kebanyakan pecandu narkoba hampir selalu
terlibat dalam tindakan a-sosial termasuk tindakan kriminal. Kelebihan dari
model ini adalah perhatiannya kepada perilaku adiksi pecandu narkoba yang
bersangkutan, bukan pada obat-obatan yang disalahgunakan.
Prakreknya dapat dilakukan melalui ceramah, seminar, dan
terutama terapi berkelompok (encounter group). Tujuannya tidak lain adalah
melatih pertanggung-jawaban sosial setiap individu, sehingga kesalahan yang
diperbuat satu orang menjadi tanggung-jawab bersama-sama. Inilah yang menjadi
keunikan dari model terapi sosial, yaitu memfungsikan komunitas sedemikian rupa
sebagai agen perubahan (agent of change.
Model Terapi Medis
Model ini berakar dari beberapa konsep dalam teori
fisiologis atau metabolisme, yang memandang perilaku adiksi obat sebagai
sesuatu yang terjadi karena faktor etiologis atau keturunan. Ada dua macam
model terapi yang berdasarkan pada konsep ini.
Pertama, yaitu konsep menyembuhkan kecanduan obat dengan
menggunakan obat lain. Contohnya adalah model terapi metadon untuk pecandu
opiat. Terapi ini didasarkan pada sebuah teori dari Dole dan Nyswander yang
menyatakan bahwa kecanduan opiat adalah hasil dari defisiensi metabolik,
sehingga harus diluruskan dengan memberikan metadon.
Kedua, yaitu konsep menyembuhkan kecanduan obat dengan cara
memandang adiksi obat sebagai suatu penyakit. Dari pendekatan teori biologis
ini lahirlah konsep “disease” yang apabila diterjemahkan artinya adalah
“penyakit”, atau bisa juga diartikan sebagai rasa tidak nyaman. Terapi untuk
konsep “penyakit” ini sangat berbeda dengan terapi yang melihat perilaku adiksi
sebagai penyimpangan sosial. Dalam terapi ini seorang pecandu dianggap sebagai
pasien, dimana mereka akan dibina dan diawasi secara ketat oleh tim dokter.
Kelemahan dari terapi ini adalah sifatnya yang “keras”, dimana pasien
direhabilitasi dengan konsep alergi. Karena pasien mempunyai alergi terhadap
narkoba, maka mereka tidak boleh mengkonsumsinya seumur hidup.
Menyadari keterbatasan ini, maka konsep adiksi sebagai
penyakit sangat mementingkan perkumpulan (fellowship) dari mereka yang
mempunyai penyakit kecanduan narkoba untuk menjadi pendukung satu sama lain.
Model Terapi Psikologis
Model ini diadaptasi dari teori psikologis Mc Lellin, dkk
yang menyebutkan bahwa perilaku adiksi obat adalah buah dari emosi yang tidak
berfungsi selayaknya karena terjadi konflik, sehingga pecandu memakai obat pilihannya
untuk meringankan atau melepaskan beban psikologis itu. Model terapi ini
mementingkan penyembuhan emosional dari pecandu narkoba yang bersangkutan,
dimana jika emosinya dapat dikendalikan maka mereka tidak akan mempunyai
masalah lagi dengan obat-obatan. Jenis dari terapi model psikologis ini
biasanya banyak dilakukan pada konseling pribadi, baik dalam pusat rehabilitasi
maupun dalam terapi pribadi.
Model Terapi Budaya
Model ini menyatakan bahwa perilaku adiksi obat adalah hasil
sosialiasi seumur hidup dalam lingkungan sosial atau kebudayaan tertentu. Dalam
hal ini, keluarga seperti juga lingkungan dapat dikategorikan sebagai
“lingkungan sosial dan kebudayaan tertentu”.
Dasar pemikirannya adalah, bahwa praktek penyalahgunaan
narkoba oleh anggota keluarga tertentu adalah hasil akumulasi dari semua
permasalahan yang terjadi dalam keluarga yang bersangkutan. Sehingga model ini
banyak menekankan pada proses terapi untuk kalangan anggota keluarga dari para
pecandu narkoba tersebut.
0 comments:
Post a Comment